Skip to main content

Evaluasi Statement of Financial Accounting Standard No. 128 tentang Earnings Per Share


Pada tahun 1979, Financial Accounting Standards Board (FASB) membuat sebuah summary indicator dalam memorandum diskusi yang berjudul Reporting Earnings (Pelaporan Penghasilan). Summary indicator merupakan informasi yang diringkas sedemikian rupa, sehingga satu item dapat mengkomunikasikan informasi yang cukup tentang kinerja perusahaan atau posisi keuangan (Wolk et al. 2013). Summary indicator yaitu Earnings Per Share (EPS), laba atas investasi, dan rasio utang terhadap ekuitas. Salah satu dari summary indicator yaitu EPS paling sering digunakan dan menjadi perhatian bagi pagi para pembuat standar. Perlakuan EPS dahulunya hanya berdasarkan pada kebijaksanaan manajemen. Namun, tanpa adanya aturan khusus perhitungan, EPS dapat dimanipulasi dan dapat menyesatkan pengguna. Karena potensi manipulasi dan ketergantungan yang nyata pada EPS yang dilaporkan, kemudian APB mengkaji ulang, dan pada tahun 1969, mengeluarkan Accounting Principles Board Opinion No. 15 (Opini APB No. 15) (Wolk et al:2013; Schroeder et al:1987).
Opini APB No. 15 adalah seperangkat rigid rules atau aturan kaku yang diikuti oleh praktisi untuk menghitung dan melaporkan EPS. Aturan-aturan itu dirancang untuk menghasilkan angka EPS yang mencerminkan substansi ekonomi yang mendasari struktur modal perusahaan pelapor dan bukan bentuk hukumnya. Perhitungan itu mengharuskan penerbitan buklet interpretatif 116 halaman oleh Opini APB 15 (Wolk et al. 2013). EPS sendiri terdiri dari EPS primer dan EPS full dilution (terdilusi penuh). Sekuritas dilutif terdiri dari saham opsi, obligasi konvertibel, saham preferen kovertibel dan waran saham (Kieso, et al. 2007).
Pengesahan dari Opini APB No. 15 dinilai kontroversial dan pengujian terhadap aturan ini dinilai kurang dalam memberikan kekuatan prediksi (McEnroe dan Sullivan, 2017; Mautz dan Hogan, 1989). Beberapa kritik terhadap aturan ini. Kemudian, ada tiga alasan hingga akhirnya FASB mengevaluasi Opini APB No. 15 yaitu untuk meningkatkan keterbandingan dengan negara lain di bidang EPS, menyederhanakan aspek komputasi EPS, dan merevisi persyaratan pengungkapan. Sehingga dikeluarkanlah Statement Financial Accounting Standard No. 128 (SFAS No. 128) pada Februari 1997 oleh FASB. Perubahan utama dari Opini APB No. 15 ke standar baru, SFAS No. 128, adalah perpanjangan dari perhitungan laba per saham primer (PEPS). Kategori ini dapat disebut "partially diluted earnings per share," keduanya sulit untuk dihitung dan sulit dipahami pengguna. PEPS. Perubahan lain dari Opini APB No. 15 adalah aturan 3 persen dihapuskan (Wolk et al. 2013).
SFAS No. 128 pada dasarnya sama dengan International Accounting Standards 33 (IAS 33) hanya saja perbedaan dalam memasukkan angka-angka kedalam perhitungan pembilang dan penyebutnya (McEnroe dan Sullivan, 2017). SFAS 128 juga mengubah EPS primer dengan EPS dasar, yang dinilai oleh Dewan Standar lebih sederhana dan lebih berguna dibandingkan dengan EPS primer. Mautz dan Hogan (1989) menyatakan bahwa EPS primer harus ditempatkan sebagai EPS dasar.
Walaupun Opini APB No. 15 memberikan suara terbanyak atas persetujuan pengesahannya oleh anggota dewan yang hadir. Pada saat pengesahan salah satu anggota Dewan yang menolak yaitu, Emmett S. Harrington dalam McEnroe dan Sullivan (2017) menyatakan bahwa tidak konsisten jika untuk mengukur potensi dilusi dengan menggunakan metode treasury stock dalam kasus sebagian besar waran dan untuk mengasumsikan konversi dalam hal efek konversi. Sedangkan ketika Opini APB No. 15 dikeluarkan pada Mei 1969, pengumuman menyatakan bahwa penggunaan luas data pendapatan per saham, penting bahwa data tersebut dihitung secara konsisten dan disajikan dengan cara yang paling bermakna (FASB, 2010a dalam McEnroe dan Sullivan:2017).
Berdasarkan dari masalah di atas dan hasil dari penelitian McEnroe dan Sullivan (2017) yang menindaklanjuti dari “tidak konsiten” dimulai dengan Opini APB No. 15 dan melanjutkan dengan SFAS No. 128 dengan mengusulkan metode alternatif. Tidak konsisten dengan sekuritas dilutif yang menerapkan Treasury Stock Method untuk opsi dan waran tetapi tidak untuk hutang konvertibel atau saham preferen. Bagaimana evaluasi dari aturan dari APB Opini No. 15 sampai SFAS No. 128.

a.      Ernings Per Share
Perusahaan biasanya merangkum hasil operasinya dalam satu angka penting yaitu laba bersih. Salah satu indikator bisnis yang yang paling signifikan digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan adalah Ernings Per Share (EPS). Selain sebagai indikator untuk penilaian kinerja juga sebagai informasi untuk pengambilan keputusan bagi para investor untuk dapat mempredisikan berapa besarnya deviden yang akan dibagikan dan tingkat harga saham di masa depan. Dalam FASB (2000, FAB 128) tujuan dari data EPS adalah untuk memberikan investor dengan indikasi (1) nilai perusahaan dan (2) dividen masa depan yang diharapkan. Berikut beberapa pendapat terkait EPS:
1)      Menurut Kieso et al. (2018)
EPS adalah laba bersih dikurangi dividen preferensi (pendapatan tersedia untuk pemegang saham biasa), dibagi dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar.
2)      Menurut Suwardjono (2003)
Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen, rencana manajemen, pengembangan produk, strategi yang dirahasiakan, dan sebagainya yang tidak tersedia secara publik akan terlefleksi dalam angka laba (laba per saham/EPS) yang di publikasikan via statemen keuangan.
3)      Menurut Yuliani dan Supriadi (2014)
Earning Per Share (EPS) merupakan rasio antara pendapatan setelah pajak dengan jumlah saham yang beredar. EPS juga merupakan gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih dalam setiap lembar saham.

Maka, EPS merupakan rasio yang menunujukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh oleh investor dengan mengurangi laba bersih dengan dividen preferensi yang dibagi dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar semakin besar perusahaan dapat membagi keuntungannya semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut informasi EPS merupakan salah satu signal bagi pasar modal. Dengan kata lain, EPS sebagai sarana untuk menyampaikan signal-signal dari manajemen yang idak disampaikan secara publik yang mempunyai kandungan informasi (information content) yang penting bagi pasar modal (Suwardjono:2005). Berdasarkan signaling theory yang menjelaskan perilaku ketika dua pihak (individu atau organisasi) memiliki akses ke informasi yang berbeda (Connelly et al. 2011). Pihak yang memberikan informasi harus memilih apakah dan bagaimana berkomunikasi (atau memberi sinyal) informasi itu kepada pihak lain dan penerima pun harus memilih cara menginterpretasikan sinyal. Connelly et al. (2011) menjelaskan bahwa hanya perusahaan berkualitas tinggi yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran bunga dan dividen dalam jangka panjang. Sebaliknya, perusahaan dengan kualitas rendah tidak akan mampu mempertahankan pembayaran seperti itu. Sehingga, sinyal-sinyal tersebut memengaruhi persepsi pengamat luar (misalnya pemberi pinjaman dan investor) mengenai kualitas perusahaan.
Penelitian Khomsiyah dan Sulistyo (2001) menunjukan kaitan signaling theory dengan EPS yang mempengaruhi keputusan pemecahan saham (stock splits) Earning Per Share merupakan faktor keputusan pemecahan saham”.  Yuliani dan Supriadi (2014) juga mengungkapkan informasi kinerja perusahaan merupakan sinyal penting untuk menilai prospek perusahaan yaitu laba dan dividen. Kinerja keuangan perusahaan perlu untuk dianalisis terlebih dahulu agar investor tidak salah dalam memilih saham dan terjebak dengan saham yang kondisi keuangannya buruk. Hal ini, berpengaruh kuat terhadap harga saham dan ketika EPS meningkat maka harga saham juga ikut meningkat demikian pula sebaiknya. EPS meningkat menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan taraf kemakmuran investor, dan hal ini mendorong investor untuk menambah jumlah modal yang ditanamkan. Peningkatan jumlah permintaan terhadap saham perusahaan mendorong harga saham naik, sedangkan ketika laba menurun, maka harga saham juga ikut menurun. Bahkan informasi dari manajer ke pasar dalam bentuk ramalan bisikan (whisper forecasts) EPS juga ditangkap dalam harga saham (Brown dan Fernando: 2010).
Sebelum ada aturan terkait bagaimana EPS dihitung dan di mana dilaporkan sepenuhnya merupakan kebijaksanaan dari manajemen. Dasar perhitungan EPS sangatlah mudah. Pendapatan bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa setelah dikurangi pembayaran yang diperlukan untuk pemegang senior security dibagi dengan jumlah rata-rata tertimbang dari saham biasa yang beredar (Schroeder et al:1987; IASB 1997, p A23-A32). Namun, metode penghitungan laba per saham ini sering tidak sesuai, karena beragamnya sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan. Selain itu, peningkatan laba yang dilaporkan dapat menyebabkan pemegang saham opsi, waran, atau konvertibel akan mempengaruhi saham biasa. Efek dari peningkatan pendapatan kemungkinan menurunkan laba per saham yang dilaporkan. APB kemudian yang pertama kali membahas masalah tersebut dalam Opini No. 9 dan mengembangkan konsep residual security dan senior security yang dinyatakan (Schroeder et al: 1987). Ketika lebih dari satu kelas saham biasa beredar, atau ketika dan di luar sekuritas memiliki participation dividend rights, atau ketika sekuritas yang sudah jelas memperoleh sebagian besar nilainya dari hak konversi atau karakteristik saham biasa, sekuritas semacam itu harus dipertimbangkan "residual security "dan bukan "senior security " untuk tujuan menghitung laba per saham.
Sayangnya, APB No. 9 hanyalah sebuah rekomendasi bukan sebuah aturan yang wajib. Dari Opini No. 9 dianggap sebagai pedoman yang tidak efektif untuk menentukan laba per saham. Itu digantikan dengan yang sangat rinci dalam Opini No. 15 “Earnings Per Share” dikeluarkan hanya tiga tahun kemudian yaitu di tahun 1969 (Zeff:2018). Tanpa adanya aturan khusus, perhitungan EPS dapat dimanipulasi sehingga dapat menyesatkan pengguna. Karena potensi manipulasi dan pada pelaporan EPS APB mengkaji ulang subjek ini.

b.      Opini APB No. 15
Opini APB No. 15 dirilis pada tahun 1969, membuat kewajiban penyajian angka EPS untuk laba bersih sebelum pos luar biasa dan total laba bersih, dan juga merekomendasikan agar jumlah per saham untuk pos luar biasa diungkapkan ketika dilaporkan (Schroeder et al: 1987). Dengan ini, mulai mengembangkan model EPS untuk dua jenis struktur modal. Pertama, ia mendefinisikan struktur modal sederhana sebagai yang hanya terdiri dari saham biasa (tidak ada saham biasa yang berpotensi melemahkan EPS). Kedua, itu menggambarkan struktur modal yang kompleks sebagai yang mengandung instrumen yang berpotensi dilutif (Schroeder et al: 1987; McEnroe dan Sullivan: 2017). Jika struktur modal sederhana ada, maka satu figur EPS harus terdaftar pada laporan laba rugi dan diberi label sebagai Penghasilan per Saham Biasa. Sebaliknya, dalam struktur modal yang kompleks, dua angka EPS ditampilkan dengan kedudukan yang sama pada laporan laba rugi yaitu EPS primer dan EPS fully dilution.
Metrik sebelumnya termasuk saham biasa dan common stock equivalents (setara saham biasa) dilutif yang didefinisikan sebagai surat berharga yang berdasarkan berbagai kondisi pada saat penerbitan, ditentukan secara substansi saham biasa. Istilah ini menggantikan konsep "residual security" yang umumnya didasarkan pada nilai pasar sekuritas yang terkait dengan nilai investasinya (FASB, 2010a, p.375 dalam McEnroe dan Sullivan (2017). Berdasarkan definisi tersebut, opsi saham dan waran saham selalu dianggap setara dengan saham biasa. Angka per saham yang terakhir kemudian termasuk sebagai angka EPS primer serta dampak dari semua efek dilutif lainnya.
Sejak dikeluarkannya Opini APB No. 15, ada beberapa masalah yang ditemukan yaitu bagaimana menangani saham opsi dan saham waran. Jika sekuritas ini dipertukarkan dengan saham biasa, entitas bisnis akan memiliki jumlah uang tambahan yang tersedia. Masalah-masalah yang dihadapi oleh APB berkaitan dengan bagaimana mengungkapkan efek-efek dari asumsi yang diambil ini saat menghitung laba per saham dan bagaimana cara menghasilkan tingkat pendapatan atas aset tambahan yang dihasilkan oleh konversi yang diasumsikan. Dewan memutuskan apa yang dinamakan Treasury Stock Method. Opini APB No. 15 menyatakan bahwa setiap pengurangan laba per saham menjadi dua kali lipat dari efek yang dapat dipertukarkan dapat diabaikan jika jumlahnya kurang dari 3 persen secara agregat (McEnroe dan Sullivan:2017; Schroeder et al:1987).
Penelitian Means dan Coates (1994) yang dilakukan kepada siswa akuntansi menyatakan bahwa ketika diperkenalkan ke perhitungan EPS, mereka biasanya kewalahan oleh besarnya dan kompleksitas aturan. Mereka tampaknya mengalami kesulitan menentukan aturan mana yang harus diterapkan dan kapan harus menerapkannya. Survei juga dilakukan Bayou (1989) dalam Means dan Coates (1994) hasilnya menunjukkan bahwa siswa menganggap EPS sebagai yang paling sulit dari semua topik yang dipelajari. Masalah teoretis utama seputar penyajian data EPS adalah apakah informasi ini harus didasarkan pada informasi historis atau perkiraan (Schroeder et al:1987). Berdasarkan tujuan dari EPS untuk memberikan informasi terkait nilai perusahaan dan memprediksi dividen masa depan. Hal ini diharapkan bahwa kerangka kerja konseptual FAS akan meninjau lagi ukuran "nilai perusahaan" dan mencapai keseimbangan antara keinginan untuk informasi obyektif dan informasi prediktif untuk memenuhi kebutuhan investor. Dengan begitu memungkinkan aturan akan lebih mudah dipahami. Atas dasar pertimbangan yang telah dijelaskan akhirnya Opini APB No. 15 diganti dengan SFAS no. 128.

c.       SFAS No. 128
SFAS No. 128 menggantikan Opini APB No. 15 dan dirilis pada Februari 1997. Pergantian ini disebakan karena APB No. 15 dinilai “sangat” kompleks dan berisi sejumlah ketentuan yang sewenang-wenang (arbitrary) dan juga karena tidak berguna. Selain itu, banyak studi empiris menunjukkan bahwa hal itu sering disalahpahami oleh para pembuat dan auditor dan tidak selalu diterapkan dengan benar (FASB:2000, FAS 128; McEnroe dan Sullivan:2017). Untuk itu, dewan melakukan perubahan pedoman EPS untuk menyederhanakan perhitungan dengan (a) tidak mempertimbangkan common stock equivalents dalam perhitungan dasar, (b) menghilangkan Treasury Stock Method yang dimodifikasi dan ketentuan materialitas 3 persen, dan (c) merevisi ketentuan saham kontijensi (termasuk menghilangkan persyaratan untuk menyajikan kembali data EPS sebelumnya dalam situasi tertentu) dan persyaratan data EPS tambahan. Meskipun common stock equivalents pada Opini APB No. 15 di SFAS No. 128 telah dihilangkan. Namun perhitungan masih ada dan dijelaskan dalam ilustrasi numerik di SFAS No. 128.
Perbedaan dasar dari Opini APB No. 15 dan standar EPS lainnya adalah Opini APB No. 15 mensyaratkan penyajian EPS primer. Sehingga apakah dewan akan menghilangkan EPS primer dengan perhitungan EPS lainnya yang tidak sesuai dengan efek setara saham biasa (FASB:2000, FAS 128). Penelitian Mautz dan Hogan (1989) menyarankan agar EPS primer diganti dengan EPS murni atau yang dikenalkan dengan EPS dasar. Dimaksudkan agar meningkatkan kegunaan pelporan EPS tanpa meningkatkan beban yang dibebankan pada penyusun laporan keuangn.
Ruang lingkup dari SFAS No. 128 berdasarkan Original Pronouncements Accounting Standards (2000) (FASB:2000, FAS 128 p.11) pernyataan ini mensyaratkan penyajian EPS yang telah menyediakan saham biasa atau potential common stock (yaitu sekuritas option/opsi, warrants/waran, convertible secutiries/sekurtitas konvertibel, atau Contingent stock agreements) dan persyaratan pengungkapan untuk EPS oleh entitas yang sedang dalam proses menjual saham ke masyarakat. Untuk entitas non publik dikecualikan dalam cakupan ini, karena entitas tersebut memiliki struktur modal sederhana. Namun, beberapa responden menyarankan bahwa pengecualian ruang lingkup dalam Exposure Draft untuk perusahaan investasi dibawah UU Perusahaan Investasi tahun 1940 diperluas untuk mencakup perusahaan investasi seperti offshore mutual funds yang tidak terdaftar di UU.
Lebih lanjut dalam Original Pronouncements Accounting Standards (2000) (FASB:2000, FAS 128 p.11) menyatakan bahwa tujuan dari EPS dasar untuk mengukur kinerja suatu entitas selama periode pelaporan dan bahwa tujuan EPS terdilusi harus konsisten dengan tujuan EPS dasar (basic) yang memberikan efek pada semua saham umum potensi dilutif selama periode tersebut. EPS terdilusi harus didasarkan pada tingkat konversi atau harga pelaksanaan yang paling menguntungkan dari sudut pemegang saham. Selain itu, SFAS No. 128 (FASB:2000, FAS 128) juga menjelaskan dalam menghitung efek dilutif dari surat berharga yang dapat dikonversi, pembilangnya disesuaikan untuk menambah kembali (a) dividen pilihan yang dapat dipertukarkan dan (b) jumlah bunga setelah pajak yang diakui dalam periode yang terkait dengan utang konversi. Pembilang juga disesuaikan untuk perubahan lain dalam pendapatan atau kerugian yang dihasilkan dari konversi yang diasumsikan dari saham bersama yang potensial, seperti biaya bagi hasil. Penyesuaian serupa juga diperlukan untuk kontrak tertentu yang memberikan penerbit antara metode penyelesaian.
Efek dilutif dari outstanding call options dan warrans (dan ekuivalennya) yang dikeluarkan oleh entitas pelaporan harus tercermin dalam EPS terdilusi dengan penerapan treasury stock method kecuali ketentuan paragraf 24 dan 50-53 mengharuskan metode lain diterapkan. Setara opsi dan waran termasuk saham yang tidak diinvestasikan yang diberikan kepada karyawan, kontrak pembelian saham, dan langganan saham yang dibayar sebagian. Dengan menggunakan treasury stock method (FASB:2000, FAS 128 p 17):
a.  Pelaksanaan opsi dan waran harus diasumsikan pada awal periode (atau pada jika kemudian terjadi di saat penerbitan) dan saham biasa diasumsikan akan diterbitkan.
b.      Proses dari pelaksanaan akan dianggap digunakan untuk membeli saham biasa pada harga pasar rata-rata selama periode tersebut.
c.   Saham tambahan (perbedaan antara jumlah saham yang diasumsikan diterbitkan dan jumlah saham yang diasumsikan dibeli) harus dimasukkan dalam penyebut perhitungan EPS terdilusi.
Oleh karena itu, perubahan Opini ARB No. 15 dengan SFAS No. 128 karena dinilai sangat kompleks. Hal yang diubah yaitu dengan menyederhanakan perhitungan dengan tidak mempertimbangkan common stock equivalents dalam perhitungan dasar, menghilangkan treasury stock method yang dimodifikasi dan ketentuan materialitas 3 persen, dan merevisi ketentuan saham kontijensi. Ruang lingkup SFAS No. 128 menyediakan saham biasa atau potential common stock (yaitu sekuritas option (opsi), warrants (waran), convertible secutiries, atau contingent stock agreements) dan persyaratan pengungkapan untuk EPS oleh entitas yang sedang dalam proses menjual saham ke masyarakat dengan pengecualian untuk non publik.

d.      Masalah dalam Ernings Per Share
Beberapa permasalahan terkait EPS telah di bahas. Makalah ini akan lebih khusus membahas permasalahan terkait sekuritas dilutif. Diskusi tentang masalah ini dalam Opini APB No. 15 atau SFAS No. 128, terdapat perbedaan pendapat terhadap paragraf tertentu dalam Opini APB No. 15 oleh anggota Dewan Emmett S. Harrington, yang menyatakan bahwa rata-rata tidak konsisten untuk mengukur potensi dilusi dengan menggunakan share treasury method dalam kasus sebagian besar waran dan untuk mengasumsikan konversi dalam kasus sekuritas konvertibel. (FASB, 2010a, hal 391 dalam McEnroe dan Sullivan:2017).
Namun, sekitar satu dekade yang lalu, ada dua surat komentar pada Draft Eksposur FASB untuk amandemen SFAS No. 128 yang menyebutkan perluasan share treasury method menjadi hutang konvertibel. Yang pertama Ernst & Young di tahun 2005 dalam McEnroe dan Sullivan (2017) merekomendasikan untuk FASB segera merevisi perhitungan efek dilutif dari sekuritas konvertibel untuk meningkatkan konsistensi dengan treasury stock method. Kedua, ditahun yang sama Price Waterhouse Coopers merujuk pada proposal International Accounting Standard Board (IASB) untuk memperluas treasury stock method menjadi hutang konvertibel (McEnroe dan Sullivan: 2017). Masalah ini kemudian menjadi pertimbangan anggota Dewan merekomendasikan agar hal itu digunakan untuk menghitung efek dilutif dari sekuritas yang dapat dikonversi pada perhitungan EPS, dan menurut mereka paling dapat dikonversi sekuritas tidak akan bersifat dilutif.
Penjelasannya adalah jika suatu entitas memiliki sekuritas yang dapat dikonversi menjadi saham biasa, dikatakan memiliki "struktur modal yang kompleks," dan dalam situasi ini diperlukan dua perhitungan EPS, "dasar" dan "terdilusi." Telah dibahas sebelumnya menurut FASB yaitu (FASB:2000, FAS 128 p.11):
“Tujuan EPS dasar (basic) adalah untuk mengukur kinerja suatu entitas selama periode pelaporan dan tujuan EPS terdilusi harus konsisten dengan tujuan EPS dasar sambil memberikan efek pada semua saham biasa potensial dilutif yang beredar selama periode tersebut.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, EPS dasar mudah dihitung dan EPS dilusian dihitung dengan penyesuaian untuk saham konversi yang dianggap akan dikonversi untuk keperluan perhitungan terdilusi.  Menurut McEnroe dan Sullivan (2017) perhitungan EPS terdilusi tersebut memiliki masalah. Konversi obligasi “menghilangkan” liabilitas dari neraca. Jika ada pelaksanaan waran (warrants) diasumsikan dalam perhitungan EPS, uang tunai dari pelaksanaan waran diasumsikan digunakan untuk "membeli" saham treasuri (treasury stock). Lebih lanjut, penghapusan liabilitas hutang yang dapat dipertukarkan memiliki pengaruh yang secara substansial sama dengan neraca sebagai penerimaan kas tetapi tidak ada pembelian saham treasuri yang dihasilkan. Dewanpun mengakui dan menyadari bahwa dana yang diperoleh oleh penerbit dari pelaksanaan opsi dan waran digunakan dalam banyak cara dengan berbagai hasil. Inilah adanya tidak konsisten seperti pendapat dewan Emmett S. Harrington. Tidak konsisten, sebagai pengabaian terhadap peningkatan dana dan ini seperti prinsip konsevatisme yang berarti kehati-hatian. Statement of Financial Accounting Concepts No. 2 (SFAC No. 2) menyatakan bahwa (SFASC No. 2, 1980):
Konservatisme - yang berarti kehati-hatian, dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, karena kegiatan bisnis dan ekonomi dikelilingi oleh ketidakpastian, tetapi perlu diterapkan dengan hati-hati.
Menurut APB Statement No. 4:
Seringkali, aset dan liabilitas diukur dalam konteks ketidakpastian yang signifikan. Secara historis, manajer, investor, dan akuntan umumnya lebih suka bahwa kemungkinan kesalahan dalam pengukuran lebih mengarah pada pernyataan yang meremehkan daripada melebih-lebihkan pendapatan bersih dan aset bersih. Ini telah mengarah pada konvensi konservatisme.
Statement of Financial Accounting Concepts No. 8 (CFAC No. 8) menghilangkan istilah “konservatisme” dalam statement, hal ini dikarenakan (FASB, 2010b hlm. 28):
“Bab 3 tidak memasukkan kehati-hatian atau konservatisme sebagai aspek pelaporan yang setia, karena, termasuk keduanya tidak akan konsisten dengan netralitas. Sengaja mencerminkan konservatif estimasi aset, liabilitas, pendapatan, atau ekuitas kadang-kadang dianggap diinginkan untuk menetralkan efek dari beberapa estimasi manajemen yang dianggap terlalu optimis. Namun, bahkan dengan larangan terhadap salah saji yang disengaja yang muncul dalam kerangka kerja yang ada, peringatan untuk berhati-hati kemungkinan akan mengarah pada bias.”
Beaver dalam Wolk et al. (2013) menyatakan bahwa mungkin ada suatu comparative advantage untuk melaporkan "bad news" (konservatisme) melalui pelaporan keuangan sebagai pertentangan terhadap sumber-sumber lain untuk menyebarluaskan informasi keuangan. Karenanya, konservatisme akuntansi dapat menambah keseimbangan totalitas informasi keuangan yang mengalir kepada pengguna. Kesulitan besar membangun konservatisme pada basis yang konsisten di seluruh standar. Menurut Basu (1997) konservatisme sebagai praktik mengurangi laba (dan mengecilkan aset bersih) dalam merespon berita buruk (bad news), tetapi tidak meningkatkan laba (dan meningkatkan aset bersih) dalam merespon berita baik (good news).
Berdasarkan pernyataan tersebut konservatisme adalah kehati-hatian dalam akuntansi dan pelaporan keuangan karena kegiatan bisnis dan ekonomi dipenuhi dengan ketidakpastian. Dimana aset dan liabilitas diukur dalam konteks ketidakpastian yang signifikan. Sehingga ketika merespon berita buruk tidak akan mengurangi laba dan ketika merespon berita baik tidak akan meningkatkan laba. Sinta (2016) menjelaskan bahwa konservatisme masih menjadi perdebatan. Beberapa beranggapan bahwa konservatif adalah wajib dianut dalam menyusun laporan keuangan agar manajemen agar manajemen mampu menghadapi ketidakpastian dimasa depan. Sebaliknya ada yang beranggapan bahwa konservatisme dapat menimbulkan bias dalam laporan keuangan.
Tidak konsisten mengakibatkan manajer akan melakukan “EPS smoothing”. FASB sendiri seakan membenarkan EPS smoothing dibandingkan dengan penggunaan informasi terbaru dan lebih relevan. Karena diakhir periode opsi dan atau waran yang digunakan dalam perhitungan treasury stock belum dilaksanakan, oleh karena itu, pemberian harga saham biasa rata-rata untuk perhitungan berpotensi menyesatkan, karena mungkin telah berubah secara material dari nilai akhir tahun (McEnroe dan Sullivan:2017). Sehingga McEnroe dan Sullivan mengusulkan metode alternatif untuk masalah ini yaitu (McEnroe dan Sullivan:2017):
“Kami usulkan untuk perhitungan EPS yang masih ada dalam lingkungan modal yang kompleks. Yang pertama adalah penerapan treasury stock method untuk sekuritas konversi lainnya dan yang kedua adalah penggunaan harga akhir tahun dari saham biasa dalam penerapan treasury stock method.”
Penelitian yang dilakukan oleh McEnroe dan Sullivan (2017) dengan sampel 55 perusahaan yang memiliki Hutang Konvertibel atau Saham Konvertibel atau keduanya pada akhir tahun antara 1 Juli 2011 dan 1 Juli 2012. McEnroe dan Sullivan menggunakan model dengan asumsi pembelian kembali saham biasa seolah-olah treasury stock method yang berlaku untuk opsi dan waran juga berlaku untuk konversi ini. Kemudian mengurangi jumlah saham yang awalnya digunakan untuk menghitung EPS terdilusi dengan jumlah saham yang diasumsikan dibeli kembali. Dengan menggunakan jumlah saham yang direvisi, McEnroe dan Sullivan (2017) menghitung ulang EPS terdilusi sebagai persentase dari EPS terdilusi yang dilaporkan aslinya.
Hasil penelitian McEnroe dan Sullivan (2017) menunjukkan bahwa perusahaan dengan sekuritas konvertibel dilutif melaporkan EPS terdilusi yang jauh lebih rendah daripada yang mereka laporkan jika “treasury stock method” diterapkan pada obligasi konvertibel dilutif dan saham konvertibel. Jika pengurangan EPS ini tercermin dalam harga saham yang lebih rendah daripada yang seharusnya terjadi, maka nampaknya perusahaan-perusahaan dengan jumlah utang yang besar akan memiliki biaya modal ekuitas yang lebih tinggi daripada yang seharusnya terjadi. Hasil keseluruhan akan menjadi alokasi modal ekuitas yang berbeda dari yang akan terjadi jika utang konversi dan ekuitas konversi diperlakukan dengan cara yang sama seperti setara saham biasa lainnya.
McEnroe dan Sullivan (2017) beranggapan bahwa SFAS No. 128 memilih untuk tidak konsisten karena perbedaan utama yang mendasari pendekatan mereka adalah bahwa dalam hal opsi dan waran, uang tunai akan diterima oleh organisasi ketika sekuritas dikonversi dan tidak dalam kasus utang konversi dan ekuitas. Oleh karena itu, pendekatan ini lebih konservatif meskipun bertentangan dengan perlakuan terhadap sekuritas.

 Kesimpulan
Opini APB No. 15 mengatur tentang EPS yang sebelumnya perhitungan dan metode dari EPS hanya berdasarkan kebijakan manajemen. EPS terdiri dari EPS primer dan EPS dilutif. EPS dilutif. Sekuritas dilutif terdiri dari saham opsi, obligasi konvertibel, saham preferen kovertibel dan waran. Namun, aturan ini tidak banyak menuai kritik karena dinilai terlalu rumit dan tidak berguna. Akhirnya FASB mengevaluasi Opini APB No. 15 yaitu untuk meningkatkan keterbandingan dengan negara lain di bidang EPS, menyederhanakan aspek komputasi EPS, dan merevisi persyaratan pengungkapan. Sehingga dikeluarkanlah SFAS No. 128 pada Februari 1997 oleh FASB. Perubahan utama dari Opini APB No. 15 ke standar baru, PSAK No. 128, adalah perpanjangan dari Perhitungan Laba Per Saham Primer (PEPS).
Namun ternyata metode perhitungan dari hutang konvertibel dan ekuitas konvertibel dengan metode saham opsi dan saham waran. Jika perhitungannya berbeda maka ini berarti tidak konsten. Tidak konsisten mengakibatkan manajer akan melakukan “EPS smoothing”. Dimana manajemen akan lebih konservatif. Sikap ini akan menurunkan laba bila ada bad news dan tidak akan menaikkan laba jika ada good news. FASB sendiri seakan membenarkan EPS smoothing dibandingkan dengan penggunaan informasi terbaru dan lebih relevan. Sehingga perlakuan yang berbeda karena ini merupakan kesalahan alokasi yang disebabkan oleh pernyataan Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang salah. Untuk menghindari adanya tidak konsisten, McEnroe dan Sullivan (2017) mengusulkan untuk perhitungan EPS yang masih ada dalam lingkungan modal yang kompleks yaitu: (1) penerapan treasury stock method untuk sekuritas konversi lainnya dan (2) penggunaan harga akhir tahun dari saham biasa dalam penerapan treasury stock method.”
Hasil ini diharapkan akan lebih berguna dimasa depan baik sebagai tambahan literatur, pertimbangan bagi pembuat kebijakan, dan digunakan oleh praktisi. Tentu ini perubahan pada teori revolusi ilmiah untuk menggambarkan bagaimana perubahan dalam kebutuhan akan informasi, ditambah dengan kurangnya informasi akuntansi yang relevan, menyebabkan pelaporan anomali yang telah mendorong perubahan revolusioner dalam paradigma akuntansi (Shortridge dan Smith:2009).
                                                                                                  
Daftar Pustaka:
APB, Statement No. 4, Basic Concepts and Accounting Principles Underlying
Financial Statements of Bussiness Enterprice, 1970.
Basu, S 1997. “The Conservatism Principle and the Asymmetric Timelines of Earnings.” Journal of Accounting and Economics, 24: 3-37.
Brown, William D dan Guy D. Fernando. 2010. Whisper forecasts of earnings per share: Is anyone still listening?. Journal of Business Research, Vol. 64: 476–482.
Connelly, Brian L. S., Trevis Certo., R. Dueane Ireland., Christopher R. Reutzel. 2011. Signaling Theory: A Review and Assessment. Journal of Management, Vol. 37 No. 1 (January): 39-67. Diakses pada 13 Juni 2019. http://dx.doi.org/10.1177/0149206310388419.
Financial Accounting Standards Board. 1980. Original Pronouncements as Amended. Statement of Financial Accounting Concepts No. 2 Qualitative Characteristics of Accounting Information. FASB. Norwalk. CT.
Financial Accounting Standards Board. 2000. Original Pronouncements. Accounting Standards as of June 1. Volume II. FASB. Norwalk. CT.
International Accounting Standards Committee. (IASC). 1997. International Accounting Standard No. 33. Earnings per Share. IASC. London.
Kieso, Donald E., Jerry W Wegand., dan Terry D Walfield. 2007. Akuntansi Intermediate, Jilid 2. Edition Keduabelas. Erlangga: Jakarta.
__________________________________________________.2018. Intermediate Accounting: IFRS Edition. Third Edition. Wiley. Adobe PDF eBook.
Khomsiyah dan Sulistyo. 2001. Faktor Tingkat Kemahalan Harga Saham, Kinerja Keuangan Perusahaan Dan Keputusan Pemecahan Saham (Stock Splits): Aplikasi Analisis Diskriminan. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No. 4: 388 – 400.
Mautz, R. David., and Thomas Jeffery Hogan. 1989. Earnings Per Share Reporting: Time For an Overhaul?. Accounting Horizon; 3; 3; ABI/INFORM Collection pg. 21.
McEnroe, Jhon E., and Mark Sullivan. 2018. An Empirical Analysis of an Alternative Model of Financial Accounting Standard No.128. Accounting Resesearch Journal;Vol.31; no 4.
Means, K.M. and Coates, J.D. (1994), “Teaching Earnings Per Share: A Schematic Approach”, Journal of Education for Business, Vol. 70 No. 2, pp. 68-72.
Sinta, Maria. 2016. Analisis Perbedaan Tingkat Konservatisme Akuntansi Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS. Artikel Ilmiah. Universitas Negeri Padang: Padang.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi Ketiga. BPFE: Yogyakarta.
Schroeder, Richard G., Levis D. McCullers., and Myrtle Clark. 1987. Accounting Theory Text and Readings: Third Edition. Canada: Jhon Wiley and Sons.
Shortridge, Rebecca Toppe and Pamela A. Smith. 2009. Understanding the Changes in Accounting Thought. Research in Accounting Regulation 21: 11–18.
Wolk, Harry I., James L. Dodd, and John J. Rozycki. 2013. Accounting Theory: Conceptual Issues in a Political and Economic Environment, Ninth Edition. SAGE.
Yuliani, Yuyun dan Yoyon Supriadi. 2014. Pengaruh Earning Per Share Dan Dividend Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan Yang Go Public. Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, Vol. 2 No. 2: pp. 111-118.
Zeff, Stephen A. 2018. The Omnipresent Influence of The Sec in The Work of the Accounting Principles Board, 1959–1973. Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 37:254–263.

Comments

  1. Masha allah , lengkp kajiane..
    Sekali bahas kebutuhan finansial yg tepat
    menjelang pernikahan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tips Menghadapi Ujian Kompre Akuntansi. 1 Kali Ujian !!!

  Sumber: Google Hai guys , mungkin kalian sudah pernah mendengar dengan ujian komprehensif atau kompre. Ada beberapa jurusan di perguruan tinggi yang melaksanakan ujian ini seperti jurusan Psikologi dan Akuntansi. Nah, kali ini aku ingin bahas mengenai ujian kompre di jurusan Akuntansi. Yaaps! Ujian kompre ini merupakan ujian dengan semua materi   mata kuliah Akuntansi. Penerapan ujian kompre untuk setiap kampus berbeda-beda guys .   Ujian kompre ada yang tertulis atau lisan bahkan ada yang kedua-duanya tulisan dan lisan. Di beberapa kampus ujian kompre di adakan ketika kita telah ujian proposal dan skripsi kita telah ACC oleh pembimbing. Ada juga kampus yang menetapkan ujian kompre sebagai pengganti ujian hasil. Materi dalam ujian kompre juga memiliki aturan berbeda setiap kampus. Mata kuliah yang di ujikan yaitu Akuntansi Keuangan, Audit, Akuntansi Sektor Publik, Pajak, Akuntansi Syariah, dan lain-lain.  Setidaknya ada 3 materi matakuliah yang harus ka...

Anggaran, Fungsi Anggaran, dan Proses Penyusunan Anggaran

Anggaran adalah rencana manajerial untuk tindakan yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Anggaran juga sebagai alat manajerial yang memastikan pencapaian tujuan organisasi dan memberikan pedoman dolar dan sen untuk operasi sehari-hari. Jika suatu perusahaan menetapkan tujuan untuk menangkap pangsa pasar yang lebih besar, meningkatkan laba dan meningkatkan citranya di antara konsumen, maka anggarannya harus menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Riahi-Belkaoui:2002 ;Supriyono:2016 ). Lebih lanjut, Riahi-Belkaoui (2002) memaparkan fungsi anggaran yaitu: 1.       Hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan. Sebagai hasil negosiasi di antara anggota organisasi yang dominan, mereka mewakili konsensus organisasi tentang tujuan operasi untuk masa depan. 2.       Cetak biru perusahaan yang mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi. Menunjukkan bagaimana berbagai subunit or...

Ada Apa di Pare Kampung Inggris?